Terakhir Diperbaharui: 23 Desember 2025
Dalam praktik medis, demam akut yang disertai dengan mata kuning (ikterus) sering kali mengarahkan kecurigaan pertama pada Hepatitis virus. Namun, pada pasien dengan riwayat perjalanan ke daerah endemis, klinisi harus mewaspadai "sang penyamar" yang mematikan: Malaria Falciparum.
1. Presentasi Kasus: Anamnesis dan Keluhan Utama
Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) dengan trias gejala: demam tinggi, ikterus, dan nyeri perut.
- Riwayat Penyakit: Demam disertai menggigil dan nyeri otot (mialgia) muncul sejak 5 hari sebelum masuk RS. Upaya pengobatan mandiri dengan sisa antibiotik di rumah tidak memberikan hasil.
- Kondisi Saat Masuk: Suhu mencapai 40°C, nyeri perut kanan atas, dan penurunan frekuensi urin (oliguria).
- Riwayat Perjalanan (Poin Krusial): Pasien baru saja kembali dari perjalanan dua bulan di Guinea Khatulistiwa (Equatorial Guinea) satu minggu sebelum gejala muncul.
- Riwayat Lain: Tidak ada diare, muntah, gangguan pernapasan, maupun riwayat perdarahan. Tidak ada riwayat penyakit sistemik kronis atau alergi obat.
2. Temuan Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada kondisi sistemik berat:
- Tanda Vital: Febris (39,8°C), Hipotensi ringan (85/45 mmHg), Takipnea (28x/menit).
- Ikterus: Sklera mata tampak sangat kuning.
- Abdomen: Hepatomegali (pembesaran hati) teraba 4 cm di bawah kosta kanan dengan nyeri tekan ringan. Limpa tidak teraba membesar.
- Integumen: Ditemukan petechiae (bintik perdarahan halus) yang tersebar di ekstremitas, menandakan adanya gangguan koagulasi atau trombositopenia berat.
3. Hasil Laboratorium: Kunci Diagnosis
Data laboratorium menunjukkan disfungsi multiorgan:
- Hematologi: Anemia ringan (Hb 11 g/dL) dan Trombositopenia Berat (9.000/μL).
- Fungsi Ginjal: Peningkatan Ureum (43 mg/dL) dan Kreatinin (2,3 mg/dL), mengindikasikan gangguan ginjal akut.
- Fungsi Hati: Bilirubin total sangat tinggi (8,2 mg/dL) dengan dominasi bilirubin direk (4,5 mg/dL). SGOT/SGPT meningkat moderat (± 200 Unit/L).
- Mikroskopis (Gold Standard): Apusan darah tepi dengan pewarnaan Giemsa menunjukkan parasit intra-eritrosit berbentuk cincin (ring-shaped trophozoites). Tingkat parasitemia mencapai 12%.
4. Analisis Medis: Mengapa Malaria Falciparum Begitu Berbahaya?
Berdasarkan temuan di atas, diagnosis ditegakkan sebagai Malaria Berat akibat Plasmodium falciparum. Diagnosis banding awal seperti Hepatitis A, Dengue, atau Salmonellosis dapat disingkirkan melalui hasil apusan darah dan serologi.
Patofisiologi Malaria Berat
Plasmodium falciparum memiliki kemampuan unik yang disebut Sitoadherensi. Parasit ini menyebabkan sel darah merah yang terinfeksi menjadi "lengket" dan menempel pada dinding pembuluh darah kecil (kapiler). Akibatnya:
- Mikrosirkulasi Terhambat: Menyebabkan gagal ginjal dan hipoksia jaringan.
- Hemolisis Masif: Kerusakan sel darah merah melepaskan bilirubin dalam jumlah besar, menyebabkan ikterus.
- Trombositopenia: Terjadi akibat sekuestrasi (penahanan) trombosit di limpa dan konsumsi trombosit pada proses koagulasi intravaskular.
5. Tatalaksana dan Respon Terapi (Update 2025)
Pasien didiagnosis dengan kriteria Malaria Berat menurut WHO (Ikterus, Gagal Ginjal, dan Parasitemia >10%).
- Terapi yang Diberikan: Kombinasi oral Kina (Quinine) dan Doksisiklin (mengingat keterbatasan stok Quinidine IV di lokasi saat itu).
- Catatan 2025: Sesuai protokol terbaru, Artesunat Intravena adalah pilihan utama (Lini Pertama) untuk malaria berat di seluruh dunia karena efikasinya yang lebih tinggi dan efek samping yang lebih rendah dibandingkan Kina/Kuinidin.
- Hasil: Respon sangat baik. Dalam 3 hari, parasitemia turun ke 3%, trombosit meningkat, dan fungsi ginjal membaik. Pasien dinyatakan sembuh total setelah 7 hari perawatan.
6. Pengayaan: Wawasan untuk Praktisi Kedokteran Gigi
Sebagai tenaga medis, dokter gigi mungkin menemui pasien dengan gejala awal malaria pasca-perjalanan:
- Manifestasi Oral: Petechiae atau perdarahan gusi spontan akibat trombositopenia berat dapat menjadi temuan awal di kursi gigi.
- Skrining: Jika pasien datang dengan demam dan memiliki riwayat perjalanan ke daerah endemis (Papua, NTT, atau Afrika), tunda prosedur dental invasif dan segera rujuk untuk pemeriksaan darah lengkap serta apusan darah tepi.
Kesimpulan
Kasus ini menegaskan bahwa riwayat perjalanan adalah data anamnesis yang sama pentingnya dengan keluhan utama. Diagnosis dini melalui mikroskopi dan pemberian terapi antimalaria yang tepat adalah satu-satunya cara mencegah kematian pada kasus Malaria Falciparum yang progresif.
Daftar Pustaka / Referensi
- World Health Organization (WHO). (2024). World Malaria Report 2024.
- CDC. (2025). Treatment of Malaria (Guidelines for Clinicians) - United States.
- Malamed, S. F. (2025). Handbook of Local Anesthesia (8th Edition). (Terkait manajemen pasien dengan gangguan fungsi hati/ginjal).
- White, N. J., et al. (2024). Malaria: Clinical Manifestations and Management. Lancet Infectious Diseases.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar