Skip to main content

Kepekaan Lidah Terhadap Lemak VS Kecenderungan Gemuk

Source: ovealiz.wordpress.com
Makanan yang kaya lemak seperti es krim dan salad bermayo menggoda banyak orang, tetapi terdapat bukri baru yang mengindikasikan bahwa beberapa orang sebenarnya bisa “merasakan” lemak yang tersembunyi dalam makanan dan mereka yang tidak bisa melakukannya mempunyai kecenderungan memakan lebih banyak makanan kaya lemak tersebut.

Dalam presentasi penelitian berseri yang dilakukan oleh Institusi Teknologi Makanan pada pertemuan tahunan Juni 2011 ini, peneliti menjelaskan mengenai penelitian lambat laun mendukung ide bahwa lemak dan asam lemak dapat dicicip, meskipun ‘rasa’ tersebut dideteksi sebagian besar melalui indera penciuman dan tekstur. Individu yang tidak dapat merasakan lemak mempunyai variansi genetik mengenai cara mereka memproses makanan yang kemudian kemungkinan mengarah kepada ngemil makanan berlemak secara tidak sadar.

“Mereka yang lebih sensitif terhadap kandungan lemak lebih gampang mengontrol diet mereka”, kata Kathleen L. Keller, rekan peneliti dari Pusat Penelitian Obesitas New York di Rumah Sakit Roosevelt, St. Luke. “Kami berpendapat orang-orang ini terlindungi dari obesitas karena kemampuan mereka mendeteksi perubahan kecil kandungan lemak”.

Keller dan koleganya mempelajari 317 orang dewasa kulit hitam, mengidentifikasi varian umum pada gen CD36 yang terkait dengan preferensi pribadi untuk menambahkan lemak seperti mentega, minyak dan lumuran keju. Varian yang sama juga ditemukan berhubungan dengan preferensi lemak pada sampel produk susu pada kelompok kecil anak-anak.

Keller mengatakan bahwa penting membatasi sampel penelitian terhadap kelompok etnis tertentu untuk mengurangi variasi gen. Timnya meminta peserta penelitian mengenai diet normalnya dan bagaimana mereka menerima ‘rasa’ minyak dan krim salad yang lemaknya antara 5 – 55 persen. Sekitar 21 persen peserta ternyata termasuk kelompok genotip ‘berisiko’ melaporkan kesukaan terhadap makanan berlemak dan merasa saus salad terasa lebih cremy dibandingkan kelompok lain.

“Ini adalah ilmu pengetahuan yang sedang berkembang”, kara Jeannie Gazzaniga-Moloo, juru bicara Asosiasi Diet Amerika (American Dietetic Association) dan instruktur nutrisi di Universitas Negeri California di Sacramento. “Meskipun demikian, penelitian in harus terus berlanjut karena kita yakin tahu bahwa rasa adalah dorongan seseorang untuk makan”.

Abstrak lain yang dipresentasikan di pertemuan yang dilaksanakan di New Orleans, menguraikan tema “pengecap-lemak”. “Citra otak fungsional menyatakan bahwa presepsi individu terhadap ‘kenyamanan tekstur lemak’ menunjukkan dua regio otak, korteks orbitofrontal dan korteks cingulatum pregenual”, jelas Edmund Rolls, dari Pusat Neurosains Komputasional Oxford di Inggris. “Perbedaan sensitivitas dua area tersebut berhubungan dengan kesukaan akan coklat berperan dalam obesitas”, jelasnya.

Gazzaniga-Moloo mengatakan masih prematur untuk menghubungkan kenaikan berat badan dengan gen pengecap lemak yang baru-baru ini teridentifikasi, karena penelitian belum menunjukan sebab dan akibat. "Jika kita menemukan orang-orang yang pengecap-lemak, beberapa lebih banyak dari yang lainnya...hal ini dapat menjelaskan mengapa makanan bebas-lemak tidak sepopuler makanan penuh-lemak”, katanya. Lebih lanjut ia mengatakan, “Jelas-jelas hal tersebut akan membantu kita memahami sekeping puzzle, mengapa pengganti lemak yang sekarang tidak memberikan prestasi sempurna seperti yang sebelumnya kita kira. Saya terus terang menganggap hal ini sangat menarik”.

Keller mengatakan informasi ini dapat bermanfaat untuk membantu mencocokkan individu dengan rencana dietnya dengan lebih baik terhadap fisiologi individunya sendiri. Industri makanan juga dapat mendesain produk modifikasi lemak yang lebih menjual berdasarkan data. “Secara umum, sulit untuk menciptakan pengganti lemak yang sama rasanya dengan yang asli. Tetapi hal ini dapat membantu memformulasikan makanan”, pungkasnya.

Referensi:

Judul asli:Poor 'Fat-Tasters' May Tend to Be Heavier

Kathleen L. Keller, Ph.D., research associate, New York Obesity Research Center, St. Luke's Roosevelt Hospital, New York City; Jeannie Gazzaniga-Moloo, Ph.D., R.D., spokeswoman, American Dietetic Association, and nutrition instructor, California State University, Sacramento, Calif.; June 2011, presentation, Institute of Food Technologists Annual Meeting & Food Expo, New Orleans

http://healthfinder.gov/news/newsstory.aspx?docID=654222

Comments

Popular posts from this blog

Bahasa Tertunda pada Anak Usia 2 Tahun

L anguage and communication! Yeah, that are two basic thing that are needed badly by human. No lives exist without that things. Language is complex issue, relating to physical, psychological, physiological, and cultural. Language does develop since our first contact with our very first environment, include since in our mother womb. This article emphasizes to the language delay to the kids living in the institutions. Bahasa mengacu baik pada kapasitas manusia secara spesifik yang bersifat dapatan dan digunakan sebagai sistem kompleks komunikasi, atau untuk hal spesifik seperti sistem komunikasi kompleks. Bahasa mempunyai banyak fungsi dan kompleksitas. Tiga fungsi dasar bahasa adalah untuk informasi, ekspresi dan instruksi. Bahasa bukan sesuatu yang diturunkan, tetapi harus dipelajari oleh subjek selama bersinggungan dengan lingkungannya. Makin cepat mereka dimasukkan ke tempat pembinaan makin baik, simpul sebuah penelitian. Oleh Robert Preidt Jumat, Juni 17, 2011 Tertaut Halaman Med...

Obat dengan Risiko Jantung pada Individu Diabetik Geriatri

P eneliti menemukan risiko yang lebih rendah dengan metformin, tetapi para ahli menyatakan penelitian itu bukan akhir. Penelitian terbaru menunjukkan individu yang lebih tua (selanjutnya disebut geriatri) yang mempunyai diabetes tipe 2 yang meminum obat golongan sulfonilurea untuk menurunkan kadar gula darahnya ternyata mempunyai risiko yang lebih tinggi terjenak masalah jantung daripada mereka yang minum golongan metformin. Lebih dari 8.500 individu berusia 65 tahun ke atas yang mengidap diabetes tipe 2 mengikuti penelitian ini, dan 12,4% dari mereka yang diberi sulfonilurea mengalami serangan jantung ataupun cardiovascular events lainnya, dibandingkan dengan mereka yang yang meminum metformin (10,4%). Sebagai tambahan, masalah jantung ini bermula lebih awal selama perjalanan perawatan pada mereka yang menerima obat sulfonilurea. Penelitian bandingan head-to-head dipresentasikan pada pertemuan tahunan American Diabetes Association (ADA) di San Diego. Karena penemuan ini hend...

Penelitian Hubungan Antara Penyakit Periodontal dengan Komplikasi Kehamilan

smilevancouver.ca Oleh Yiorgos A. Bobetsis, DDS, PhD; Silvana P. Barros, DDS, PhD; Steven Offenbacher, DDS, PhD, MMSc JADA 2006;137(10 supplement):7S-13S. INTISARI Latar Belakang. Bukti yang bertambah banyak menyatakan bahwa gingivitis dan periodontitis maternal merupakan faktor risiko terjadinya lahir prematur dan kelainan kelahiran. Tipe Penelitian yang Diulas . Untuk mengklarifikasi mekanisme yang memungkinkan antara penyakit periodontal dan kelahiran prematur, peneliti meninjau penelitian mengenai efek infeksi patogen periodontal pada hewan coba terhadap keturunannya, termasuk pertumbuhan fetus, abnormalitas struktural plasenta dan kesehatan neonatus. Setelah laporan pertama, pada tahun 1996, mengenai hubungan potensial antara penyakit periodontal ibu dan kelahiran prematur atau bayi lahir berat rendah pada manusia, beberapa penelitian case control dan prospektif telah dipublikasikan. Ulasan ini mengikhtisarkan hal-hal tersebut, dan juga penelitian terdahulu mengenai...

Diabetes Mellitus Neonatal Permanen (Permanent Neonatal Diabetes Mellitus, PNDM)

Apa itu diabetes mellitus neonatal permanen? Diabetes mellitus neonatal permanen adalah tipe diabetes yang pertama kali terlihat pada usia 6 bulan dan terus ada sepanjang hidup. Tipa diabetes ini ditandai dengan adanya kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Insulin mengontrol berapa banyak glukosa (tipe gula) yang melewati darah menuju sel yang diubah menjadi energi. Individu yang menderita diabetes mellitus neonatal permanen mengalami pertumbuhan yang lambat sebelum lahir (retardasi pertumbuhan intrauterin). Balita yang terkena mengalami hiperglikemia dan hilangnya cairan dalam jumlah besar (dehidrasi) dan tidak mampu menaikkan berat badannya secara normal. Dalam beberapa kasus, individu yang mengalami diabetes mellitus neonatal permanen akan mengalami masalah neurologis, termasuk pertumbuhan yang tertunda dan kejang berulang (epilepsi). Kombinasi antara pertumbuhan yang tertunda, epilepsi, dan diabetes neonatal disebut sindrom DEND...