Skip to main content

Oral Manifestation of Geriatric Dental Patient - a cup of darjeeling tea

My Oral Manifestation of Geriatric Population Case was supervised by drg. Dewi Agustina, MDSc. Se is kind-hearted teacher and very scrupulous about the report. I underwent four times revision to my geriatric report. And yes, I was satisfied with this report. Thanks to drg. B. Esti Chrismawaty, MKes for the journal she shared to the journal book. Okay, let's start the literature study first.

GERIATRI
Populasi geriatri merupakan populasi yang bertambah paling cepat relatif terhadap populasi total yang membawa dampak besar dalam kesehatan sistemik dan rongga mulut (Ship, 2003). Populasi jumlah penduduk lanjut usia meningkat drastis karena memanjangnya rata-rata harapan hidup sebagai akibat dari peningkatan kualitas hidup dan kemajuan di bidang medis (Peterson dan Yamamoto, 2005). Pergeseran struktur penduduk ini tentunya akan meningkatkan kebutuhan pelayanan kesehatan yang tersedia (Gershen, 1991).


Setelah mencapai usia 40 tahun, individu mengalami penurunan progresif pengaturan homeostatik dan kemampuan merespon stress dan perubahan. Organisasi kesehatan seduinia - World Health Organization (WHO) menetapkan populasi antara 65 – 75 tahun sebagai “lanjut usia” (Little dkk., 2002). Lebih lanjut, usia kronologis hanya merupakan salah satu penentu perubahan yang berhubungan dengan terapi obat yang terjadi pada lansia (Katzung, 1995). Lansia kadang sangat berbeda dalam merespon fungsi fisiologi, beban sakit dan ketidakmampuan yang meyertai (Little dkk., 2002).

Masalah kesehatan pada penduduk lanjut usia bervariasi, baik dari segi proses fisiologis maupun patologikerentanan terhadap penyakit kronis dan infeksi akut akan meningkat sejalan dengan proses penuaan – keadaan ini diperparah oleh menurunnya sistem pertahanan tubuh. Kesehatan dan fungsi rongga mulut umumnya mengalami kemunduran dengan berlangsungnya penuaan. Meski demikian, faktor usia saja belum tentu menimbulkan kondisi patologis pada rongga mulut ataupun kesehatan umum (Gershen, 1991).

Penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi, kanker dan diabetes memiliki prevalensi yang tinggi pada lansia. Penyakit-penyakit ini menjadi penyebab utama ketidakmampuan dan mortalitas. Di negara maju penyakit non-communicable ini dapat dikurangi resiko komplikasinya melalui promosi kesehatan dan strategi pencegahan penyakit untuk meningkatkan kualitas hidup (Peterson dan Yamamoto, 2005). Penyakit-penyakit kronis tersebut mempunyai potensi keterlibatan pada rongga mulut, terutama pada lansia dan individu dengan status medis kompromi. Lebih lanjut lagi, perawatan terhadap penyakit ini dengan pengobatan, kemoterapi dan radioterapi yang diterima mempunyai implikasi terhadap perawatan kesehatan rongga mulut. Ketidakmampuan degeneratif kronis juga memiliki prevalensi tinggi pada lansia, antara lain pendengaran, penglihatan dan berbicara. Lansia mengalami penurunan fungsi sensoris seperti indera pembau dan pengecap, termasuk fungsi motoris seperti mastikasi, berbicara dan penelanan. Kondisi kronis ini dapat secara langsung mempengaruhi kesehatan mulut dan perawatan gigi geligi (Ship, 2003).

Gambaran klinis jaringan mukosa mulut lansia sehat tidak berbeda jauh dibandingkan dengan individu muda, mseki demikian riwayat adanya trauma, penyakit mukosa, kebiasaan merokok dan adanya gangguan pada kelenjar ludah dapat mengubah gambaran klinis dan karakter histologis jaringan mulut lansia (Gershen, 1991). Kesehatan umum dan kesehatan rongga mulut saling berkaitan. Sebagai contoh, penyakit periodontal parah diasosiasikan dengan diabetes mellitus, penyakit jantung sikemik dan penyakit paru-paru kronis. Kehilangan gigi juga dikaitkan dengan peningkatan resiko stroke iskemik dan kesehatan mental yang buruk (Petersen dan Yamamoto, 2005).

Edentulisme memiliki prevalensi yang tinggi pada geriatri di seluruh dunia dan berkaitan erat dengan status sosial ekonomi. Studi epidemologis menunjukkan bahwa individu dengan status sosial ekonomi bawah dan individu dengan sedikit menerima edukasi lebih sering mengalami edentulisme daripada individu status ekonomi lebih tinggi. Di Indonesia, prevalensi edentulisme pada geriatri usia 65 tahun ke atas mencapai 24%; lebih rendah presentase Malaysia dan Srilangka , tetapi lebih tinggi dari presentase Singapura, Kamboja dan Thailand (Petersen dan Yamamoto, 2005). Menurut Ship (2003), perubahan gigi geligi dalam proses penuaan dipengaruhi oleh proses fisiologis dan patologis. Perubahan gigi geligi dapat kerena perubahan eksternal, termasuk diskolorisasi dan pengikisan struktur gigi karena abrasi, atrisi dan erosi. Gingivitis banyak ditemukan pada lansia, baik akibat faktor lokal kalkulus maupun adanya latar belakang sistemik. Keparahan penyakit periodontal pada lansia diperparah oleh berbagai faktor, antara lain kedalaman poket periodontal, kebiasaan merokok, tekanan psikososial, mengabaikan perawatan dental rutin dan rendahnya status sosial ekonomi (Yamamoto dan Peterson, 2005). Hilangnya gigi mempengaruhi kualitas asupan nutrisi. Pemakaian gigi tiruan dapat memperbaiki kualitas diet, namun bila tidak diimbangi dengan perawatan kebershian mulut yang baik akan menimbulkan gangguan atau lesi pada rongga mulut (Mojon dkk., 1999).

Mulut kering sering dikeluhkan oleh geriatri. Individu dengan xerostomia sering mengalami beberapa kondisi oral termasuk karies, kesulitan mengunyah, makan dan berkomunikasi. Curah saliva yang menurun diasosiasikan dengan penuaan. Selain itu, obat-obatan dapat menginduksi xerostomia (Peterson dan Yamamoto, 2005). Menurut Ship (2003), gambaran khas yang umum ditemukan pada lansia adalah adanya berbagai kemunduran fisik, antara lain kulit mengeriput, rambut rontok dan memutih, gerakan menjadi lamban, gangguan pendengaran dan penglihatan serta meningkatnya sensitivitas emosi. Chrismawati (2007 sit. Drummond dkk., 1997) menyatakan bahwa perubahan kulit merupakan manifestasi yang jelas pada lansia, kulit keriput dan muncul gelambir merupakan akibat dari berkurangnya lapisan lemak subkutan, meningkatknya kolagenisasi dan kandungan serabut elastin yang menjadi tidak elastik lagi. Depigmentasi dan proses degeneratif pada kantung rambut menyebabkan rambut memutih dan rontok. Berkurangnya massa otot, menurunnya kekuatan tubuh, hingga kemunculan arthritis serta osteoporosis sering terjadi pada wanita lansia. Penglihatan kabut dan pendengaran berkurang lebih terkait dengan pertambahan usia. Gangguan pendengaran sering menjadi masalah komunikasi pada lansia.

Gambaran klinis jaringan mukosa mulut lansia sehat tidak berbeda jauh dibandingkan dengan individu muda, meski demikian riwayat adanya trauma, penyakit mukosa, kebiasaan merokok dan adanya gangguan pada kelenjar ludah dapat mengubah gambaran klinis dan karakter histologis jaringan mulut lansia. Penipisan epitel, menghilangnya gambaran rete-peg, penurunan proliferasi seluler, hilangnya lemak dan elastin submukosa esrta meningkatnya karingan ikat fibrotik disertai perubahan degeneratif kolagen merupakan gambaran histologis jaringan mulut yang sering ditemui pada lansia. Secara klinis, perubahan struktural tersebut disertai dengan permukaan yang halus, kering, dan tampak tipis serta hilangnya stippling dan elastisitas mukosa. Perubahan tersebut meningkatkan predisposisi mukosa mulut terhadap trauma dan infeksi, terutama jika berhubungan dengan pemakaian gigi tiruan dan hiposalivasi (Ship, 2003).

Perubahan pada gigi geligi pada proses penuaan berkaitan dengan proses fisiologis normal, dan proses patologis akibata tekanan fungsional dan lingkungan. Gigi geligi mengalami diskolorisasi menjadi lebih gelap dan kehilangan email akibat atrisi, abrasi dan erosi. Secara umum ruang pulpa menyempit dan sensitivitas berkurang karena adanya deposisi dentin sekunder. Resesi gingiva, hilangnya perlekatan periodontal dan tulang alveolar merupakan perubahan jaringan periodontal yang umum ditemukan pada lansia. Degenerasi tulang elveolar menyebabkan gigi geligi tampak lebih panjang daripada sebelumnya. Resesi gingiva yang terjadi secara signifikan tidak diikuti oleh peningkatan kedalaman poket periodontal. Massa tulang, baik pada tulang alveolar dan sendi rahang menurun pada lansia akibat menurunnya asupan kalsium dan hilangnya mineral tulang. Perubahan terkait penuaan tersebut tidak sampai terlepasnya gigi pada lansia dengan kesehatan mulut baik (Ship, 2003).

Menurut Ship (2003) dan Expinosa dkk. (2003), perubahan pada mukosa mulut dengan bertambahnya usia dapat menimbulkan kesalahan penetapan diagnosis. Varikositas pada ventral lidah akan tampak jelas pada lansia (Langlais dan Miller, 2000). Berkurangnya jumlah gigi geligi seriring dengan proses penuaan menyebabkan lidah terlihat lebih besar atau makroglosia, tampak bercelah dan beralur (fissured tongue) atau dapat pula tampak berambut (hairy tongue). Beberapa kondisi mukosa mulut yang sering ditemukan pada lansia adalah keratoris friksional akibat trauma gigitan kronis, makula melanotik, amalgam tattoo, torus, fissured tongue dan geographic tongue (Ezpinosa dkk., 2003; Ship, 2003).

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bahasa Tertunda pada Anak Usia 2 Tahun

L anguage and communication! Yeah, that are two basic thing that are needed badly by human. No lives exist without that things. Language is complex issue, relating to physical, psychological, physiological, and cultural. Language does develop since our first contact with our very first environment, include since in our mother womb. This article emphasizes to the language delay to the kids living in the institutions. Bahasa mengacu baik pada kapasitas manusia secara spesifik yang bersifat dapatan dan digunakan sebagai sistem kompleks komunikasi, atau untuk hal spesifik seperti sistem komunikasi kompleks. Bahasa mempunyai banyak fungsi dan kompleksitas. Tiga fungsi dasar bahasa adalah untuk informasi, ekspresi dan instruksi. Bahasa bukan sesuatu yang diturunkan, tetapi harus dipelajari oleh subjek selama bersinggungan dengan lingkungannya. Makin cepat mereka dimasukkan ke tempat pembinaan makin baik, simpul sebuah penelitian. Oleh Robert Preidt Jumat, Juni 17, 2011 Tertaut Halaman Med...

Obat dengan Risiko Jantung pada Individu Diabetik Geriatri

P eneliti menemukan risiko yang lebih rendah dengan metformin, tetapi para ahli menyatakan penelitian itu bukan akhir. Penelitian terbaru menunjukkan individu yang lebih tua (selanjutnya disebut geriatri) yang mempunyai diabetes tipe 2 yang meminum obat golongan sulfonilurea untuk menurunkan kadar gula darahnya ternyata mempunyai risiko yang lebih tinggi terjenak masalah jantung daripada mereka yang minum golongan metformin. Lebih dari 8.500 individu berusia 65 tahun ke atas yang mengidap diabetes tipe 2 mengikuti penelitian ini, dan 12,4% dari mereka yang diberi sulfonilurea mengalami serangan jantung ataupun cardiovascular events lainnya, dibandingkan dengan mereka yang yang meminum metformin (10,4%). Sebagai tambahan, masalah jantung ini bermula lebih awal selama perjalanan perawatan pada mereka yang menerima obat sulfonilurea. Penelitian bandingan head-to-head dipresentasikan pada pertemuan tahunan American Diabetes Association (ADA) di San Diego. Karena penemuan ini hend...

Kepekaan Lidah Terhadap Lemak VS Kecenderungan Gemuk

Source: ovealiz.wordpress.com M akanan yang kaya lemak seperti es krim dan salad bermayo menggoda banyak orang, tetapi terdapat bukri baru yang mengindikasikan bahwa beberapa orang sebenarnya bisa “merasakan” lemak yang tersembunyi dalam makanan dan mereka yang tidak bisa melakukannya mempunyai kecenderungan memakan lebih banyak makanan kaya lemak tersebut. Dalam presentasi penelitian berseri yang dilakukan oleh Institusi Teknologi Makanan pada pertemuan tahunan Juni 2011 ini, peneliti menjelaskan mengenai penelitian lambat laun mendukung ide bahwa lemak dan asam lemak dapat dicicip, meskipun ‘rasa’ tersebut dideteksi sebagian besar melalui indera penciuman dan tekstur. Individu yang tidak dapat merasakan lemak mempunyai variansi genetik mengenai cara mereka memproses makanan yang kemudian kemungkinan mengarah kepada ngemil makanan berlemak secara tidak sadar. “Mereka yang lebih sensitif terhadap kandungan lemak lebih gampang mengontrol diet mereka”, kata Kathleen L. Keller, r...

Penelitian Hubungan Antara Penyakit Periodontal dengan Komplikasi Kehamilan

smilevancouver.ca Oleh Yiorgos A. Bobetsis, DDS, PhD; Silvana P. Barros, DDS, PhD; Steven Offenbacher, DDS, PhD, MMSc JADA 2006;137(10 supplement):7S-13S. INTISARI Latar Belakang. Bukti yang bertambah banyak menyatakan bahwa gingivitis dan periodontitis maternal merupakan faktor risiko terjadinya lahir prematur dan kelainan kelahiran. Tipe Penelitian yang Diulas . Untuk mengklarifikasi mekanisme yang memungkinkan antara penyakit periodontal dan kelahiran prematur, peneliti meninjau penelitian mengenai efek infeksi patogen periodontal pada hewan coba terhadap keturunannya, termasuk pertumbuhan fetus, abnormalitas struktural plasenta dan kesehatan neonatus. Setelah laporan pertama, pada tahun 1996, mengenai hubungan potensial antara penyakit periodontal ibu dan kelahiran prematur atau bayi lahir berat rendah pada manusia, beberapa penelitian case control dan prospektif telah dipublikasikan. Ulasan ini mengikhtisarkan hal-hal tersebut, dan juga penelitian terdahulu mengenai...

Diabetes Mellitus Neonatal Permanen (Permanent Neonatal Diabetes Mellitus, PNDM)

Apa itu diabetes mellitus neonatal permanen? Diabetes mellitus neonatal permanen adalah tipe diabetes yang pertama kali terlihat pada usia 6 bulan dan terus ada sepanjang hidup. Tipa diabetes ini ditandai dengan adanya kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Insulin mengontrol berapa banyak glukosa (tipe gula) yang melewati darah menuju sel yang diubah menjadi energi. Individu yang menderita diabetes mellitus neonatal permanen mengalami pertumbuhan yang lambat sebelum lahir (retardasi pertumbuhan intrauterin). Balita yang terkena mengalami hiperglikemia dan hilangnya cairan dalam jumlah besar (dehidrasi) dan tidak mampu menaikkan berat badannya secara normal. Dalam beberapa kasus, individu yang mengalami diabetes mellitus neonatal permanen akan mengalami masalah neurologis, termasuk pertumbuhan yang tertunda dan kejang berulang (epilepsi). Kombinasi antara pertumbuhan yang tertunda, epilepsi, dan diabetes neonatal disebut sindrom DEND...